Oleh KH Didin Hafidhuddin
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW. “Bukanlah shaum itu semata-mata menahan lapar dan dahaga (pada siang hari), tetapi shaum itu sesungguhnya menahan diri dari ucapan dan perbuatan kotor dan merusak. Jika seseorang tiba-tiba mencelamu atau memarahimu (padahal engkau sedang berpuasa), katakanlah kepadanya, ‘Saya sedang berpuasa.’”
Sungguh luar biasa taujih (arahan) Rasul SAW tersebut. Nasihat di atas mengingatkan kita untuk memaknai hakikat ibadah shaum (puasa) selama ini. Shaum adalah imsak atau pengendalian diri yang sesungguhnya. Pengendalian diri untuk tidak makan, tidak minum, serta tidak mengumbar hawa nafsu melalui ucapan, pendengaran dan penglihatan, apalagi melalui pikiran.
Shaum adalah upaya pengendalian diri yang optimal. Jika seseorang mampu melaksanakannya, pasti ia termasuk orang-orang yang akan meraih kesuksesan dan keselamatan. Betapa tidak, secara empiris kita melihat orang yang berhasil dalam hidupnya, mereka adalah orang-orang yang mampu mengendalikan diri dalam menyikapi dan merespons segala sesuatu dengan baik. Orang yang mampu mengendalikan diri pasti tidak akan menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu yang diinginkannya, seperti jabatan dan harta.
Sebaliknya, orang yang tidak mampu mengendalikan diri pasti akan berbuat sesukanya. Ia tidak pernah memikirkan akibat dari perbuatannya. Ada kalanya melakukan pembohongan kepada publik atau menggunakan uang untuk meraih jabatan dan kedudukan (money politic). Itulah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak pernah berpuasa dengan menghayati makna dan hakikatnya.
Berbagai masalah yang menimpa bangsa kita saat ini, seperti ekonomi, pendidikan, budaya, politik, dan bahkan akhlak, disebabkan ketidakmampuan kita dalam mengendalikan diri. Jadi, hal tersebut membiarkan hawa nafsu sebagai panglima kehidupan dan merendahkan fungsi serta peran hati nurani dan akal yang sehat.
Karena itu, mari kita jalani ibadah puasa dengan berusaha memuasakan seluruh anggota tubuh agar hakikat puasa, yaitu pengendalian diri, dapat kita raih dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar