.



Perhitungan pada sistem konversi Masehi – Hijriah ini memungkinkan terjadi selisih H-1 atau H+1 dari tanggal seharusnya untuk tanggal Hijriyah

Tilawah untuk walimatul Hajj

Tilawah untuk walimatul Hajj 

OLEH DRS HAF CHOIRUL ANAM 

Berpuasa



Secara bahasa (etimologi) berarti menahan.
Menurut istilah syara’ (terminologi) berarti menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu.

Dasar Wajib Puasa :
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS: Al-Baqoroh 183)
Hikmah puasa : menahan hawa nafsu, mengurangi syahwat memberikan pelajaran bagi si kaya untuk merasakan lapar sehingga menumbuhkan rasa kasih saying kepada fakir miskin, dan menjaga dari maksiat.

Syarat sah puasa:
1.     Islam
2.     Berakal
3.     Bersih atau suci dari haid dan nifas
4.     Mengetahui waktu diperbolehkan untuk berpuasa
Berarti tidak sah bagi orang kafir, orang gila walaupun sebentar, perempuan haid atau nifas dan puasa di waktu yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya atau hari tasyriq,
Adapun perempuan yang terputus haid atau nifasnya sebelum fajar/subuh maka puasanya tetap sah dengan syarat niat, sekalipun belum mandi besar sampai pagi

Syarat wajib puasa:
1.     Islam
Puasa tidak wajib bagi orang kafir dalam hokum dunia, namun di akhirat mereka tetap dituntut dan di adzab karena meninggalkan puasa selain di adzab karena kekafiranya.
Sedangkan orang murtad tetap wajib puasa dan menqodho’ kewajiban-kewajiban yang ditinggalkanya selama murtad seperti: sholat,puasa dan zakat

2.     Mukallaf (baligh dan berakal)
Anak yang belum baligh atau orang gila tidak wajib puasa, namun orang tua wajib menyuruh anaknya berpuasa pada usia 7 tahun jika telah mampu (mengerti) untuk proses pembelajaran, dan wajib memukulnya jika meninggalkan puasa pada usia 10 tahun

3.     Mampu mengerjakan puasa (bukan orang lansia atau orang sakit).
Lansia yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan sembuh menurut medis wajib mengganti puasanya dengan membayar fidyah yaitu 1 mud (7,5 ons) yg berupa makanan pokok untuk setiap harinya.

4.     Mukim (bukan musyafir sejauh ±82KM dan keluar dari batas daerahnya sebelum fajar)

Rukun – rukun puasa:
1.     Niat.
Niat untuk puasa wajib, waktunya mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar di setiap harinya. Sedangkan niat untuk puasa sunnah, sampai tergelincirnya matahari (waktu dhuhur) dengan syarat:
a. Diniatkan sebelum masuk waktu dhuhur
b. Tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan lain-lain sebelum niat.

Niat puasa Ramadhan yang sempurna:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ لَلَّهِ تَعَالَى.

“saya niat mengerjakan kewajiban puasa bulan ramadhan esok hari pada tahun ini karena Allah SWT”

2.     Menghindari perkara yang bisa membatalkan puasa, kecuali jika lupa atau dipaksa atau karena kebodohan yang ditolerir oleh syari’at (jahil ma’dzur).
Jahil ma’dzur ada 2 :
a. Hidup jauh dari ulama sehingga sulit untuk mempelajari ilmu agama
b. Baru masuk islam (muallaf)

Hal – hal yang membatalkan puasa:
1.     Masuknya sesuatu kedalam rongga terbuka yang tembus ke bagian dalam tubuh seperti mulut, hidung. Telinga, dan lain-lain. Jika ada unsur kesengajaan, mengetahui keharamanya dan atas kehendak sendiri. Namun jika dalam keadaan lupa, tidak mengetahui keharamnya karena bodoh yang ditolerir atau dipaksa, maka puasanya tetap sah.
2.     Murtad, sekalipun masuk islam seketika setelah kemurtadanya
3.     Gila meskipun sebentar (epilepsi)
4.     Pingsan seharian penuh, jika masih ada kesadaran sebelum waktu buka sekalipun sebentar, tetap sah puasanya.
5.     Haid, nifas meskipun sebentar, melahirkan anak.
6.     Besetubuh dengan sengaja dan mengetahui keharamnya tersebut
7.     Mengeluarkan mani dengan sengaja mislanya dengan tangan atau lainya
8.     Muntah dengan sengaja
Masalah – masalah yang berkaitan dengan puasa :
1.     Apabila seseorang berhubungan badan dengan istrinya pada siang hari puasa dengan sengaja, tanpa terpaksa dan mengetahui keharamnya maka puasanya batal , berdosa, dan masih wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai maghrib dan wajib menqodhoi puasa serta wajib membayar kaffaroh (denda) yaitu :
·        Membebaskan budak perempuan yang islam
·        Jika tidak mampu, wajib berpuasa 2 bulan berturut-turut
·        Jika tidak mampu juga maka wajib memberi makan pada 60 orang miskin masing-masing berupa 1 mud (7,5 0ns) dari makanan pokok. Denda ini wajib dikeluarkan hanya bagi orang laki-laki.
2.     Hukum menelan dahak :
·        Jika telah mencapai batas luar tenggorokan, maka haram menelan dan bisa membatalkan puasa.
·        Jika masih di batas dalam tenggorokan, maka boleh dan tidak membatalkan puasa.
Yang dimaksud batas luar menurut pendapat Imam Nawawi (mu’tamad) adalah makhroj huruf kha’ (ح) dan dibawahnya adalah batasan dalam, sedangkan menurut sebagian ulama’ batas luar adalah makhroj huruf kho’ (خ) dan dibawahnya adalah batas dalam.
3.     Menelan ludah tidak membatalkan puasa dengan syarat :
·        Murni (tidak tercampur benda lain)
·        Suci
·        Berasal dari sumbernya yaitu lidah dan mulut sendiri, sedangkan menelan ludah yang berada pada bibir luar membatalkan puasa karena sudanh diluar mulut.
4.     Hukum masuknya air mandi ke dalam rongga dengan tanpa sengaja.
·        Jika sebab mandi sunnah seperti mandi untuk sholat jum’at atau mandi wajib seperti mandi janabat, maka tidak membatalkan puasa kecuali jika sengaja
·        Jika bukan mandi sunnah atau wajib seperti mandi untuk membersihkan badan maka puasanya batal baik disengaja atau tidak.
5.     Hukum air kumur yang tertelan tanpa sengaja :
·        Jika berkumur untuk kesunnahan seperti dalam wudhu’ tidak membatalkan puasa asalkan berkumurnya tidak mubalaghoh (tidak di sangatkan sampai kedalam tenggorokan)
·        Jika berkumur biasa, bukan untuk kesunnahan maka puasanya batal secara mutlak, baik mubalaghoh atau tidak.
6.     Orang yang muntah atau mulutnya berdarah wajib berkumur dengan mubalaghoh (membersihkan hingga pangkal tenggorokan) agar semua bagian mulutnya suci dan bersih dari darah.
Apabila ia menelan ludah tanpa mensucikan mulutnya terlebih dahulu maka puasanya batal sekalipun ludahnya nampak bersih.
7.     Orang yang sengaja membatalkan puasanya atau tidak berniat puasa di malam hari, tetap wajib menahan diri di siang hari ramadhan dari perkara yang membatalkan puasa (sama seperti orang puasa) sampai maghrib dan setelah ramadhan wajib menqodhoi puasanya.
8.     Berbagai konsekuensi bagi orang yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa ramadhan:
1)    Wajib qodho’ dan membayar denda:
·        Jika membatalkan puasa demi orang lain, seperti perempuan hamil dan menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan anaknya saja.
·        Mengakhirkan qodho’ hingga datang ramadha lagi tanpa ada udzur secara syari’at
2)    Wajib qodho’ tanpa denda.
Berlaku bagi orang yang tidak beniat puasa di malam hari, orang yang membatalkan puasanya dengan selain jima’ (bersetubuh) dan perempuan hamil atau menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan dirinya saja atau kesehatan dirinya dan anaknya.
3)    Wajib denda tanpa qodho’
Berlaku bagi orang lanjut usia dan orang sakit yang tidak punya harapan sembuh, jika keduanya tidak mampu untuk berpuasa.
4)    Tidak wajib qodho’ dan tidak wajib denda.
Berlaku bagi orang yang gila tanpa disengaja.
Yang dimaksud denda di sini adalah 1 mud (7,5 ons) makanan pokok daerah setempat untuk setipa harinya, kalau di indonesia berarti beras.

Hal –hal yang dimakuhkan dalam puasa ramadhan :
1.     Mencicipi makanan
2.     Bekam(mengeluarkan darah)
3.     Banyak tidur dan terlalu kenyang
4.     Mendi dengan menyelam (renang)
5.     Memakai siwak setelah masuk waktu dhuhur
Hal –hal yang membatalkan pahala puasa :
1.     Ghibah (gosip)
2.     Adu domba
3.     Berbohong
4.     Memandang dengan syahwat
5.     Sumpah palsu
6.     Berkata jorok atau jelek
Rosululloh SAW bersabda :
“lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa : berbohong, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat” (H.R. Anas).

Bersuci


Bersuci
Dalam pembahasan materi kali ini saya ingin membahas tentang bersuci  yang kebanyakan orang awam belum mengerti dan memahaminya, Sebagai seorang muslim yang taat kepada tuhan, sudah seharusnya kita melaksanakan ibadah kepada allah SWT agar kita bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, dan salah-satu ibadah tersebut adalah sholat, dalam melaksanakan sholat kita harus dalam keadaan suci dari hadast, suci dari najis baik pakaian atau tempat, nah untuk kali ini saya akan membahas apa itu BERSUCI dalam bersuci ada unsur penting bahkan harus ada Yaitu Air, tidak semua air bisa kita gunakan untuk bersuci ada aturan-aturan yang harus kita penuhi, langsung saja saya jelaskan di bawah ini :
Beberapa air yang bisa digunakan untuk bersuci misalnya : Air Hujan, Air Laut, Air Sumur, Air Sumber, Air Sungai, Air Salju, dan masih banyak lagi. Dan air-air ini dinamakan dengan air mutlak(Air Yang Suci Mensucikan). Kesimpulanya adalah air yang bisa digunakan untuk bersuci (wudhu Dan Mandi Besar) adalah air yang turun dari langit atau muncul dari bumi dan atas sifat asli tanpa ada campuran apapun jadi misalnya suatu hari ada sumber mengeluarkan Air dan airnya Putih seperti air susu, air itu tetap bisa digunakan untuk bersuci karena air itu bewarna putih asli dari ciptaanya bukan karena campuran-campuran tertentu,  
Air Terbagi Atas 4 macam :
1.     Air Yang Suci Mensucikan dan tidak makruh menggunakanya  Contohnya Air Mutlak seperti keterangan diatas.
2.     Air Yang Suci Mensucikan dan makruh menggunakanya Contohnya Air Yang Terkena Panas Sinar Matahari
3.     Air Suci Tapi Tidak Mensucikan Contohnya Air Musta’mal yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadast, dan air yang telah tercampur sesuatu dan tidak bisa di pisah seperti Air kopi, Air Susu, dll
4.     Air mutanajis yaitu air yang kejatuhan najis dan kurang dari 2 qullah atau 2 qullah tapi merubah air dari segi warna dan rasa atau volume.
2 qullah =  ± 500 Ritl Baghdadiy atau untuk lebih mudahnya adalah ukuran Bak Mandi 60cm x 60cm x 60cm. disini saya sarankan kepada kalian kalau misalnya ingin membuat  bak mandi ukuranya di lebihkan dari ukuran tersebut misalanya 100cm x 100cm x 100cm.
Atau lebih lebih simplenya adalah :
·        Air mensucikan yaitu air yang suci dan bisa mensucikan kepada yang lainya, dalam artian air bisa kita gunakan untuk bersuci (wudhu atau mandi) seperti: air laut, air hujan
·        Air suci yaitu air yang suci namun tidak bisa mensucikan kepada yang lainya dalam air artian air ini tidak bisa kita gunakan untuk bersuci seperti: air the, air susu, dsj
·        Air najis air yang tidak suci dan tentunya tidak bisa mensucikan kepada yang lainya, dalam artian air ini tidak bisa kita minum atau konsumsi dan tidak bisa juga kita gunakan untuk bersuci seperti: Air yang kejatuhan bangkai hewan dan airnya berubah, air sedikit yang terkena cipratan najis seperti kencing atau lainya.
#Tambahan
Dimakruhkan bagi orang yang ingin bersuci yang tinggal di daerah panas Seperti Makkah, Iraq, Iran dsj untuk menggunakan air yang terkena panas sinar matahari di wadah logam karena takutnya ada partikel-partikel berbahaya yang lepas dari logam akibat terlalu menyengatnya sinar matahari, dan begitu juga dimakruhkan untuk air yang terlalu dingin seperti air Es.
Dihalalkan untuk bersuci dengan wadah apa saja seperti timba, dsj. kecuali Wadah Emas Dan Perak dan apa-apa yang di sepuh dengan emas yang sekiranya saat dibakar terlihat lelehan emas yang berjatuhan. Diharamkan juga Makan, Minum dengan wadah emas dan perak

Demikianlah pembahasan tentang bersuci yang sangat sederhana, semoga ini bermanfaat buat kalian, dan mohon maaf sebesar-besarnya jika ada keterangan yang kurang jelas dan membuat kalian bingung. Untuk kalian yang ingin bertanya soal permasalahn agama anda bisa menghubungi 085749645968 atau via emai di amin.ca9@gmail.com atau forsansalaf@gmail.com atau layangkan Comment dibawah ini. untuk selanjutnya insya allah saya akan membahas materi tentang berwudhu (syarat, fardhu, sunnah-sunnhnya dan perkara yang membatalkan wudhu) ditunggu yach…!!! Wassalamualikum Wr. Wb


Panduan Praktis Idul Fitri

Panduan Praktis Idul Fitri
Sumber: Arsip Artikel - Millist DT


I. Muqoddimah
Rangkaian ibadah-ibadah Ramadhaniyat diakhiri dengan "Idul Fithri". 'Id secara etimologis berarti 'kembali'. dan Fithri berarti 'berbuka' atau fitroh. Sedangkan secara istilah, 'Idul Fithri ialah kembali berbuka (makan minum) setelah berpuasa atau kembali kepada fithroh setelah melalui masa training dan pembersihan (tathhir) selama bulan Ramadhan.


II. Hukum dan disyariatkannya 'Idul Fithri
Hari Raya 'Idul Fithri disyariatkan pertama kali pada tahun awal Hijriyah. Seperti dilapor kan oleh Anas: Adalah mereka (penduduk Madinah) memiliki dua hari raya, hari dimana mereka bermain dan bergembira, sampai Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Rasulullah SAW bertanya: Apakah tujuan dan arti dua hari ini ? Mereka menjawab; pada zaman jahiliyah dulu kami bermain pada dua hari raya ini. Rasulullah SAW berkata :
Sesungguhnya Allah SWT telah mengganti dua hari itu dengan hari Raya yang lebih baik, yakni hari raya "'Idul Fithri" dan hari raya "'Idul Adhha" (HR. Nasa'I - Ibnu Hibban).

Hukum shalat 'idul fithri adalah sunnah muakadah, yaitu sunnah yang sangat dipelihara dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Dalil yang menunjukkan atas disyariatkannya shalat 'Idul Fithri, antara lain:

a. Al-Qur'an surat al Kautsar ayat 2.

b. Hadits; Hadits mutawatir bahwa Rasulullah SAW shalat 'Idul Fithri yang pertama pada tahun kedua hijriyah, sebagaimana dilaporkan oleh Ibnu Abbas (HR. Bu khori-Muslim).

c. Ijma' Ulama', Para ulama dan kaum muslimin telah berijma' tetap disyariatkannya shalat 'Idul Fithri.


III. Waktu shalat 'Idul Fithri
Para ulama sependapat bahwa waktu shalat 'idul fithri dimulai sejak terbit matahari 1 Syawwal hingga sebelum zawal (dzuhur), seperti waktu shalat dhuha. (HR.Ahmad). Di sunnahkan agar menyegerakan shalat 'Idul Adhha dan mengakhirkan sedikit shalat 'Idul Fithri. (HR. Syafi'i). Hikmahnya untuk shalat 'idul adhha agar waktu menyembelih hewan qurban lebih panjang. Sedang untuk 'idul fithri agar waktu menyalurkan zakat lebih luas.


IV. Tempat Shalat 'Idul Fithri
Para ulama sepakat bahwa tempat shalat 'idul fithri untuk Makkah, yang afdlol dilaksana kan di masjid Al Haram. Dan untuk luar Makkah, ada dua pendapat:

Jumhur ulama' (kebanyakan ulama') melihat bahwa yang afdlol dilaksanakan ditanah lapang (bukan masjid), kecuali dalam keadaan dorurot atau ada udzur syar'I seperti hujan, maka dilaksanakan di masjid, seperti yang dilaporkan Abu Hurairah (HR. Abu Daud dan Al Hakim).

Asy-Syafi'iyah, melihat bahwa pelaksanaan shalat 'Idul Fithri lebih afdlol di masjid, sebab masjid adalah tempat yang paling mulia. Kecuali apabila masjidnya sempit, maka yang afdlol di tanah lapang kalau ada, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. (HR. Bukhori - Muslim).

Konklusinya, tanah lapang (kalau ada), masjid bahkan musholla (kalau tidak ada tanah lapang atau tidak ada masjid, atau ada tetapi menyulitkan), dapat ditempati untuk shalat 'idul fithri.

Dengan tetap menjaga prinsip ukhuwwah, dan menyadari bahwa kita berada dalam sua sana hari raya 'idul fithri, masalah ini tidak perlu dibesarkan, yang menjadi masalah adalah kalau tidak shalat 'idul fithri.


V. Tata Cara Shalat ' Idul Fithri
Shalat 'Idul Fithri terdiri dari dua rakaat. Syarat dan rukun shalat 'id mengikuti syarat dan rukun shalat wajib. Setelah takbiratul ikhram dan sebelum membaca al Fatihah pada ra kaat pertama, disunnahkan membaca takbir sebanyak tujuh kali takbir. Dan pada rekaat kedua lima kali takbir, tidak termasuk takbir ketika bangkit dari sujud (rakaat pertama) ke rakaat kedua (takbirotul qiyam), dengan mengangkat kedua tangan setiap takbir, sebagaimana dilaporkan Amar bin Syuaib (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud dan Daru quthni).

Shalat 'Idul Fithri dilakukan sebelum khutbah 'Idul Fithri, sebagaimana dilaporkan oleh Ibnu Umar " Adalah Rasulullah SAW , Abu Bakar, Umar, Utsman melaksanakan shalat Idul Fithri sebelum khutbah 'Idul Fithri " (HR. Bukhori-Muslim). Riwayat yang sama juga dilaporkan oleh Abu Said.


VI. Khutbah 'Idul Fithri
Pelaksanaan khutbah 'Idul Fithri yaitu setelah shalat 'Id seperti dilaporkan oleh Ibnu Umar dan Abu Said (HR. Bukhori-Muslim). Hukum khutbah 'Idul Fithri dan mendengarkannya adalah sunnat, seperti yang dilaporkan oleh Abdullah bin As Said (HR. An Nasa'i, Abu Daud dan Ibnu Majah). Dan yang paling afdlol mengikuti seluruh rangkaian shalat/khutbah 'Idul Fithri dari awal sampai akhir. Dan seperti pada shalat jum'at, khutbah 'Idul Fithri terdiri dari dua khutbah.


VII. Hal-hal yang disunnahkan pada Waktu Hari Raya
Mengisi malam 'Idul Fithri dengan ibadah dan taqorrub kepada Allah, seperti dzkir, shalat, qiroatul Qur'an, tasbih, istighfar dan sebagainya. Dan yang lebih afdlol, menghidupkan malam 'Id semalam suntuk, seperti dilaporkan ubadah bin Shamit (HR. Ath Thobari dan Daru Quthni), tentunya kalau kuat,tanpa mengorbankan ibadah-ibadah wajib seperti, shalat isya' dan shalat subuh, tepat pada waktunya dengan berjama'ah. Menghindari mengisi malam-malam 'Idul Fithri dengan acara hura-hura, takbiran sambil menabuh beduk yang justru mengganggu (tidak khusyuk), memutar kaset takbiran sementara orangnya tidur dan lain-lain, yang bertentangan dengan sunnah yang diajarkan Rasulullah SAW .

Menghidupkan sunnah takbiran semenjak terbenam matahari akhir Ramadhan hingga berangkat ke tempat shalat 'id sampai kemudian shalat 'id dilaksanakan dengan lafal, al: "Allaahu Akbar (3x), La Ilaaha Illallaahu Wallaahu Akbar, Allaahu Akbar Walillahil Hamdu". Mandi (HR. Ibnu Majah), memakai wangi-wangian (parfum) (HR. Baihaqi), bersiwak (menggosok gigi),memakai sebaik-baik pakaian. Bersegera (berpagi-pagi) menuju tempat shalat 'Idul fithri, dengan tenang, dan penuh ketulusan. Dan lebih afdlol kalau berjalan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW, seperti dilaporkan oleh Ali bin Abi Tholib (HR. Tirmidzi).

Makan (sarapan) sebelum berangkat shalat 'Idul Fithri, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. (HR. Bukhori)

Membayar zakat fitrah sebelum berangkat shalat 'Idul Fithri (batas akhir pembaya ran zakat fitrah). Sekalipun zakat fitrah boleh saja dibayar beberapa hari sebelum 'Idul Fithri. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Daraquthni, al Hakim)

Bergembira dan menggembirakan sesama muslim dan lebih mempererat tali ukhuwah diantara kaum muslimin . Disunnahkan juga agar jalan ketika pergi dan jalan ketika pulang tidak sama. Seperti yang dipraktekkan Rasulullah SAW. Sebagaimana yang dilaporkan Jabir (HR. Bukhori).


VIII. 'Idul Fithri bagi kaum wanita dan anak-anak
Sebagaimana halnya kamu pria, kaum wanita dan anak-anak pun disunnatkan menghadiri shalat 'Idul Fithri. Begitu pula halnya orang-orang tua, gadis-gadis perawan, wanita-wa nita haidh dan nifas. Seperti dilaporkan oleh Ummu Athiyah (HR. Bukhori - Muslim).

Adalah Rasulullah SAW keluar bersama istri-istri dan putri-putrinya untuk melaksanakan shalat 'Idul Fithri dan mendengarkan khuthbah (HR. Ibnu Majah & Baihaqi dan Ibnu Abbas). Adapun untuk wanita haidh dan nifas, cukup mendengarkan khuthbah, tidak ikut shalat.


IX. Adzan dan Qomat
Tidak disyari'atkan adzan dan qomat pada waktu shalat 'Idul Fithri dan 'Idul Adha, seperti dilaporkan Ibnu Abbas dan Jabir (HR. Bukhori dan Muslim)


X. Shalat Qobliyah dan Ba'diyah
Tidak ada satu riwayatpun yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dan shahabatnya mengerjakan shalat sunnat qobliyah dan ba'diyah pada waktu shalat 'Idul Fithri. (HR. Ja ma'ah dari Ibnu Abbas), kecuali kalau shalat 'Idul Fithri dilaksanakan di masjid, maka tetap disunnatkan shalat tahiyyat al masjid.


XI. Bergembira pada Hari Raya 'Idul Fithri
Umat Islam disunnatkan agar bergembira dan menggembirakan orang lain pada hari raya 'Idul Fithri. Dengan memakai pakaian yang terbaik, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmatNya, makan minum yang halal dan tidak isrof (berlebihan), saling ber jabat tangan (kecuali antara pria dan wanita yang bukan muhrim), saling menziarohi, sa ling memberi (mengirim) ucapan selamat (berma'af ma'afan), dan saling bertukar hadiah dalam batas-batas yang wajar. Hal ini menunjukkan hikmah ajaran Islam yang selalu menjaga keseimbangan (tawazun).

Namun demikian sifat berlebih-lebihan dalam berbagai hal tetap tidak dibenarkan oleh Islam, sekalipun pada hari raya 'Idul Fithri. Hadits riwayat An Nasa'i di muka menunjukkan adanya alternatif yang diberikan Rasulullah SAW dalam sabdanya: "Allah telah menggan tikan dua hari raya jahiliyah. Hal ini mengisyaratkan bahwa 'Idul Fithri harus jauh dari nilai-nilai jahiliyah dan harus berfungsi sebagai rasa syukur kepada Allah, dan penegasan kembalinya kita kepada fithrah.


XII. Pasca Ramadhan
Umat Islam hendaknya berupaya melestarikan nilai-nilai dan amaliyah-amaliyah Ramadhan yang telah dibina selama sebulan penuh, diantaranya dengan melaksanakan puasa sunnah selama 6 hari pada bulan Syawwal.


XIII. Penutup.
Demikian panduan praktis ini, semoga hikmah dan tujuan 'Idul Fithri sebagai hari kembalinya hamba-hamba Allah kepada fitrahnya, dapat kita raih. Amin.

Kiat Berterimakasih (Syukur)

Kiat Berterimakasih (Syukur)
Sumber: Arsip Artikel - Telaga Rasul

Oleh : Aa Gym

Semoga di bulan Ramadhan yang penuh barokah ini kita digolongkan menjadi orang yang tenggelam dalam samudera nikmat Allah, sehingga tiada yang kita lihat selain nikmat dari Allah dan hanya hutang demi hutang untuk bersyukur kepada Allah swt.

Hikam:
"Mengapa Allah akan menyiksa kamu, jika kamu bersyukur dan beriman kepada Allah. Allah adalah Maha Mensyukuri dan Maha Mengetahui." (Al-Qur`an surat An-Nisa: 147)

Rasulullah saw bersabda: "Yang paling pandai bersyukur kepada Allah adalah orang yang pandai bersyukur kepada manusia." (HR. Imam Tabrani)

Pada umumnya manusia ketika mendapat harta yang berlimpah selalu sibuk dengan hartanya, lupa bahwa harta hanyalah titipan dan bukan miliknya. Manusia seperti ini termasuk kedalam golongan orang yang paling rendah.

Golongan orang yang termasuk beruntung adalah orang yang bersyukur akan harta yang dititipkan Allah kepada nya tetapi masih senang dan bangga dengan harta titipan Allah swt. Golongan orang ahli syukur sejati yaitu orang yang ketika mendapat harta, pangkat, kedudukan, gelar dan lain-lain. Yang dia ingat hanyalah karunia Allah dan untuk menambah kedekatannya kepada Allah.

Anak yang berbakti kepada orang tua adalah termasuk orang yang ahli bersyukur, dengan menyebut dan mengenang jasa orang lain kita sudah termasuk bersyukur kepada Allah swt. Orang tua yang mensyukuri Anaknya karena Allah yaitu orang tua yang mendidik anaknya, agar dekat kepada Allah swt.

Seorang guru merupakan jalan ilmu bagi orang lain, salah satu yang akan menjadi cahaya di dalam kubur diantaranya ilmu, selain amal jariyah dan anak yang soleh. Yang paling penting bagi seorang guru adalah tidak hanya mengajar tapi menjadi contoh bagi murid-muridnya.

Bersyukur kepada Allah tidak hanya bicara, tapi pribadinya menjadi suri tauladan bagi semua orang. Bagi orang yang tidak bersyukur maka nikmatnya akan berubah menjadi adzab Allah yang pedih dan hilang ketentramannya. Sirnanya kebahagiaan karena kita tidak melihat semuanya ini dari Allah dan kurang mensyukuri karunia Allah.

Semoga kita termasuk orang yang pandai mensyukuri akan nikmat Allah swt.

Muhasabah Diri

Muhasabah Diri

Oleh : Al Birruni Siregar

"Dalam menapaki bulan suci ini, hendaknya kita jangan lepas dari terus mensucikan diri, introspeksi akan seberapa kebaikan dan keburukan yang telah kita lakukan. "

Kesucian Ramadhan hendaknya menjadi sebuah cerminan bagi kita. Setahun telah kita lalui kehidupan penuh ragam cerita. Perilaku yang sehari-hari sedikit banyak telah memberikan beraneka warna dan corak kita dalam bermasyarakat, berhablum minan-naas dan berhablum minallah. Dalam menapaki bulan suci ini, hendaknya kita jangan lepas dari terus mensucikan diri, introspeksi akan seberapa kebaikan dan keburukan yang telah kita lakukan. Seberapa banyak kita telah menegakkan keadilan, dan seberapa banyak pula kita telah menyakiti hati orang-orang yang belum tentu bersalah. Seberapa banyak kita telah bersujud bersimpuh di hadapan Allah memohon pengampunan dan seberapa banyak pula kita hilang kesabaran, mencaci maki bawahan, yang status mereka belum tentu rendah di hadapan Allah. Seberapa banyak kita berdzikir dalam pagi dan petang, dan seberapa sering kita membuat orang lain kesal lagi gelisah dengan tingkah laku kita yang kadang kala tidak mengindahkan sopan santun dan tata krama.

Sekarang kita telah sampai ke pertengahan Ramadhan untuk ke sekian kalinya, dan kita kembali bertanya pada diri, seberapa ibadah yang telah kita kerjakan di lima belas hari lampau. Seberapa dari sekian banyak kebaikan yang sejak dini telah kita niatkan ikhlas karena Allah semata. Kembali kita menghitung-hitung lembaran-lembaran amal perbuatan yang baru lima belas hari itu. "Hasibuu anfusakum qobla an tuhaasabu" demikian Sang pemilik wahyu berfirman menegur hamba-hambaNya di muka bumi ini.

Telah banyak saudara-saudara kita, yang dahulu bersama-sama kita berpuasa, shalat berdampingan, berdoa serentak mengamini, dan melantunkan ayat-ayat suci dalam tadarus bersama, namun dalam kesempatan ramadhan kali ini, mereka tidak lagi bersama. Ada yang telah dipanggil ke pangkuan Illahi karena batas usia, ada yang terjebak dalam jeruji penjara akibat narkoba, ada yang tergulung dalam kedahsyatan amukan gelombang tsunami di tanah rencong akhir tahun silam, ada yang jasadnya hangus terbakar tak dapat dikenali dalam suatu musibah kecelakaan pesawat, ada yang terhenyak napasnya terhimpit dalam timbunan musibah tanah longsor, dan ada pula yang sekarang sedang berjuang mempertahankan hidup di ruang-ruang bangsal rumah sakit. "Fa bi ayyi aalaa’I robbikumaa tukadz-dzibaan?";"Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan?"

Allah ‘azza wa jalla berfirman, dan Dialah yang Maha benar perkataan-Nya: "Yaa ayyuhannaasut-taquu robbakum wakhsyaw yawman laa yajzii waalidun ‘an waladihi wa laa mawluudun huwa jaazin’an waalidihi syai’an. Inna wa’dallahi haqqun falaataghurronnakumul hayaatud-dunyaa walaa yaghurronnakum billaahil ghuruur. Innallaha‘indahu ‘ilmus-saa’ati wa yunnazzilul ghaitsa wa ya’lamu maa fil arhaami wa maatadrii nafsun maadzaa taksibu ghodhan wa maa tadri nafsun bi ayyi ardhin tamuutu.
Innallaha ‘aliimun khobiir."; "Hai manusia bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari (yang pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya sedikitpun. Dan tidak pula sebaliknya. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka jangan sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam mentaati Allah; Sesungguhnya Allah, hanya pada sisiNya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".(QS.Luqman:33-34).

Begitu pula firman Allah swt, dalam QS.Qaaf:16-20 :

"Walaqad kholaqnal insaana wa na’lamu maa tuwaswisu bihi nafsuhu wa nahnu aqrobu ilaihi min hablil wariid. Idz yatalaqqal mutalaqqiyaani ‘anil yamiini wa ‘anisy-syimaali qa’iidun. Maa yalfidzhu min qawlin illaa ladaihi raqiibun ‘atiid. Wa jaa’at sakrotul mawti bil haqqi dzaalika maa kuntu minhu tahiid. Wa nufikhoo fish-shuuri dzaalika yawmul wa’iid."; "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Yaitu) ketika kedua malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. (Q.S.Qaaf:16-20)

Ramadhan Sebagai Media Taubat

Jika Allah Yang Maha Suci telah mengabarkan kita bahwa syetan-syetan dibelenggu pada bulan ramadhan, maka maksud disini adalah syayathiinal jin (baca: syetan-syetan yang berwujud jin). Adapun syayathiinal ins (baca: syetan-syetan yang berwujud manusia) adalah mereka yang tidak pernah peduli dengan kematian, dan tidak takut pada Tuhannya, maka dengan itu mereka berbuat keonaran di muka bumi yang disusul dengan kerusakan disana-sini, serta menyebarkan fitnah dan kebencian. Kini ramadhan telah mengetuk pintu batin kita, masihkah kita akan mendapati umat islam terombang-ambing bagai buih di lautan?

Syahrur- ramadhan adalah waktu yang terbaik sepanjang masa. Segala keutamaan dan berkah melimpah ruah pada bulan ini. Maka akankah kita terus melewati satu kesempatan emas ini tanpa menanamkan benih niat keikhlasan, lalu merangkainya dengan bunga rampai ibadah kemudian mengetam panennya berupa takwa dan akhlak mulia?

Mari, kini saatnya kita berbenah diri, memanfaatkan nuansa kenikmatan ramadhan sebagai pengejawantahan syukur kita padaNya. Setiap bani adam tidak pernah lepas dari salah dan dosa. Dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang mau bertaubat. Sebesar apapun kadar kesalahan dan dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat. Dan telah menjadi sebuah irama bertaubat, bahwa taubat yang niscaya Allah mengabulkannya adalah taubatan nasuha yakni taubat dengan sebenar-benarnya taubat yang terlahir dari kesungguhan diri dan keihklasan hati nurani.

Wahai yang menodai anggota tubuhnya dengan hal-hal yang Allah tidak meridhoi-Nya. Wahai yang berbuat dengan pendengaran dan lisannya, yang Allah menciptakannya suci dari khianat, dusta, dan fitnah. Wahai yang melihat dengan penglihatannya, yang Allah karuniakan mata untuknya dengan kesucian cahayaNya. Tidakkah engkau tumbuhkan rasa malu dan takut pada dirimu akan Allah Yang mengetahui segala gerak-gerik, jejak langkah dan yang terbetik dalam hatimu? Tidakkah kau sadari bahwa kelak anggota tubuh ini akan menjadi saksi pada hari dimana tidak seorangpun sanggup mengelak dari kesalahan-kesalahannya. "Yawma laa tamliku nafsun linafsin syai’an wal amru yawmaidzin lillaah" ; "Hari ketika seseorang tidak berdaya sedikitpun untuk menolong orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah"(QS.At-Takwir:19)

Tidakkah engkau ketahui di bumi ini ada yang Allah tidak karuniakan baginya anggota tubuh yang sempurna. Seberapa banyak dari mereka yang tidak mendengar sedari lahir, seberapa banyak dari mereka yang kehilangan sepasang penglihatannya, dan seberapa pula yang berjalan dengan kepayahan. Tidakkah cukup hal itu untuk kita mensyukuri nikmatNya yang teragung?
Mari, sebelum kita menapaki ramadhan yang suci ini, hendaklah kita sucikan terlebih dahulu wajah-wajah kita yang keruh penuh dosa, tangan dan kaki kita yang kerap jadi perkara, serta mata, telinga dan lidah kita yang sering menjadi prahara antar sesama, begitu halnya hati kita yang terlena dengan berbagai buruknya prasangka. "Yaa ayyuhalladziina aamanuu, tuubuu ilallahi tawbatan nasuuha, ‘asaa robbukum an yukaffira ‘ankum sayyi’aatikum wa yudkhilakum jannaatin tajrii min tahtihal anhaar"; "Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai" (QS.At-Tahrim:8)

Semoga segala langkah, harapan dan cita-cita yang kita lakukan demi menjadi insan Allah yang bertakwa, mendapatkan keridhaan-Nya. Allahu A’lam bishshawab.

Hati Yang Senantiasa Merasakan Ramadhan

Hati Yang Senantiasa Merasakan Ramadhan
Sumber: Arsip Artikel - Millist DT

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shaleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat kejahatan, maka (dosanya) atas dirinya ; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba(Nya). (QS. Fushshilat 41:46)

Segala Puji Bagi Allah Swt seluas langit dan dunia serta apa yang ada sesudahnya. Syalawat dan salam pada junjungan kita Rasulullah Saw, keluarganya, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin dan muslimat di muka bumi ini.

Sahabatku tercinta rahimakumullah..,
Bulan Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita. Malam yang lebih baik dari seribu bulanpun tak akan lagi kita temukan, apakah dengan berakhirnya semua itu kita akan merasa kehilangan gairah untuk beribadah?!...

Tidak sahabat! sekali-kali tidak!.
Ramadhan boleh hilang, namun hati kita akan senantiasa menikmatinya.

Saat berpuasa, dimana lapar dan dahaga menyesak dada, kita bisa merasakan betapa sakitnya penderitaan mereka yang kekurangan. Timbul rasa kasihan untuk menolong, memberikan sebahagian apa yang kita punya untuk mereka. Betapa nikmatnya bukan?! karena saat-saat seperti itu kita merasakan Allah begitu dekat di sisi kita. Karena itu kita tergugah untuk melanjutkannya dengan berpuasa selama 6 hari di bulan syawal, dan Senin Kamis di hari-hari mendatang. (Sesuai kadar kesanggupan kita) Bagi yang masih mempunyai hutang, akan lebih baik segera membayar.

Shalat Tarawih, akan terus kita lakukan dengan Qiyamul lail (tahajud) untuk memperkuat jiwa. Jangan lupa untuk menjaga setiap shalat kita.

Zakat, infak dan sedeqah. Dalam harta kita ada hak orang lain. Apa yang kita nafkahkan semata-mata karena Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Tidakkah kita ingin mendapatkannya?!.. Hati akan tenang jika senantiasa menabung untuk bekal pulang. Tak ada insan yang jatuh miskin karena menafkahkan hartanya.

Tilawah Qur'an akan terus kita lanjutkan. Sebab ia adalah kitab petunjuk dalam mengharungi samudra kehidupan. Al Qur'an juga merupakan shifa (obat) penentram hati, berisi peringatan dan ancaman bagi manusia dan alam semesta ini.

Menjaga diri dari perbuatan yang keji, menjaga makanan agar jasad dan ruhani tetap bersih, dan menyambung tali siraturrahmi. Sebagaimana Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang pada hamba-hamba-Nya, sudah sepatutnya kita saling memaafkan (berlapang dada) pada mereka yang pernah menyakiti kita.

Sungguh nikmat bukan? nikmat karena hati yang senantiasa merasakan Ramadhan. Nikmat merasa hidup dekat dengan Tuhan. Bukankah ini yang dicontohkan Rasulullah? Ibadah Ramadhan adalah cerminan akhlak Beliau setiap harinya.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al Ahzab 33:21)

Wahai Ummul mu'minin, kabarkanlah kepada kami tentang akhlak Rasulullah Saw. Aisyah berkata: Bukankah engkau pernah membaca Al Qur'an?. Jawab: Ya, Kata Aisyah: Akhlak Nabi Allah itu adalah Al Qur'an. (HR. Muslim)

Masa tinggal kita cuma sebentar, Sahabat..,
Jikalau sisa-sisa usia ini tak mampu kita nikmati, betapa ruginya diri. Semoga Allah meridhai segala apa yang kita lakukan, Semoga kita bisa menatap wajah-Nya di hari yang telah dijanjikan, aamiin ya Rabbal 'aalamiin.

Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shaleh maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan. (QS. Al Jaatsiyah 45:15)

Kewajiban Kita Terhadap Anak

Kewajiban Kita Terhadap Anak

Oleh : Ustadz Hilman Rosyad Shihab Lc

"disyukuri oleh anak, diperlakukan ihsan oleh sang anak, dan dido'akan oleh anaknya. Namun tentu saja, sebelum si ibu itu mendapatkan haknya, maka terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan terlebih dahulu, yaitu..."


Sebagai prolog diungkapkan bahwa tradisi memperingati hari Ibu merupakan pelecehan terhadap si ibu itu sendiri. Seorang akhwat tugas utamanya bukan untuk menjadi pintar (memperoleh gelar Ir, dr, dan sebagainya) tetapi pertama, memahami agamanya, kedua, menjadi istri yang shalihah, ketiga, menjadi ibu pendidik anak, keempat, menjadi da'iyah bagi masyarakat.

Hak seorang ibu adalah : disyukuri oleh anak, diperlakukan ihsan oleh sang anak, dan dido'akan oleh anaknya. Namun tentu saja, sebelum si ibu itu mendapatkan haknya, maka terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan terlebih dahulu, yaitu (hal ini kelihatannya mudah, namun susah untuk dilaksanakan secara konsisten) :

1. merindukan kehadiran anak, sebelum, ketika, dan setelah hamil.

Penerapan poin pertama dimulai semenjak dari doa sebelum jima. Maknanya, niatnya dulu yang harus diperbaiki. Kadang secara tidak sadar kita tidak "menginginkan" kelahiran anak. Misalnya ketika si ibu mengandung lagi, padahal anaknya yang pertama masih kecil, atau alat kontrasepsi yang ternyata tidak bisa menahan kehamilan, dan lain sebagainya. Masalah niat juga penting bagi perkembangan si anak kelak. Contoh kasus adalah adanya seorang anak yang sangat nakal yang di-pesantren-kan, bahkan ibunya juga pakai jilbab. Tapi kenapa anaknya bisa sangat nakal seperti itu ? Ternyata, ditemukan jawaban bahwasanya dulu si bapak suka berhubungan dengan si ibu, dalam keadaan mabuk. Hal inilah yang menyebabkan "kenakalan" si anak tersebut, karena dari semula niatnya sudah tidak lurus.

2. memberikan perhatian/upaya yang maksimal terhadap kesehatan dan pendidikan.

Penerapan poin kedua ini diawali dengan menyempurnakan susuan selama 2 tahun, susuan dengan pemberian ASI. Selain itu, Rasulullah SAW juga menganjurkan pemberian madu, kurma dan susu tambahan. Beliau juga menganjurkan olahraga, terutama lari, renang dan olahraga melempar. Sedangkan tahap pendidikan bagi anak, menurut ajaran Islam dibagi menjadi dua tahap :

qobla taklif (aqil baligh) : < 7 tahun : ibu wajib memberikan informasi sebanyak-banyaknya dan memberikan contoh. Pada tahap ini wajar jika si anak banyak bertanya ;7 - 10 tahun : memerintah anak (anak akan menurut kalau jelas informasi dan contohnya) ; 10 tahun : disuruh dan dipukul, itupun untuk usaha terakhir saja, jangan di bagian muka atau bagian tubuh yang fatal, jangan menggunakan alat yang membahayakan. Pukul dengan maksud sekadar mengingatkan, demi kemaslahatannya juga.

ba'da taklif (aqil baligh), diajarkan mengenai masalah kemasyarakatan, dagang, muamalah, tanggung jawab, amanah, dan sebagainya.

3. mendo'akan maslahat (baik-baik) terhadap anak.

Ternyata "sulit" untuk mendo'akan maslahat terhadap anak, karena bisa saja kita berucap doa celaka bagi anak tanpa kita sadari. Sedangkan doa yang tidak dihijab oleh Allah adalah doa orang yang musafir, orang yang dizhalimi, dan doa celaka orang tua terhadap anaknya. Dan doa pun tidak mesti "Allahumma" saja, bisa juga berupa iming-iming hadiah, misalnya "ummi akan ngasih roti dan uang jajan asal kamu sekolah", atau berbagai motivasi lainnya seperti itu.

4. menunjukkan (izhhar) sikap sayang dan adil terhadap anak.

Contohnya adalah dengan membelai dan mencium si anak. Rasulullah pun mencium anak dan cucunya. Bahkan beliau mendudukan Fatimah r.a. di pangkuannya ketika beliau sakit menjelang ajal, tetapi beliau masih menunjukkan rasa sayang terhadap anaknya. Mudah-mudahan, kita bisa mengikuti uswah hasanah kita tersebut.

Wallahu a'lam bish shawwab.