Ustaz, saya ingin mengisahkan seorang anak perempuan yang dalam keluarganya hanya dia yang berjilbab. Suatu ketika, setelah gadis ini lulus SMK, dia mencari kerja tapi belum dapat. Lalu, ibunya mendapatkan pekerjaan untuk putrinya tetapi untuk bekerja di tempat itu jilbabnya harus dilepas. Gadis ini tidak mau tetapi ibunya terus memaksa. Apa yang harus dilakukan gadis ini?
Hamba Allah
Waalaikumussalam wr wb
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Ankabut [29]: 60). Dalam kondisi terdesak kadang manusia terjebak oleh pikirannya sendiri, seakan-akan prasangkanya itulah yang bakal menjadi kenyataan.
Rasa takut pada selain Allah membuatnya gelap mata, tawakal bukan kepada Allah membuatnya bergantung pada ranting patah yang rapuh, berharap pada selain Allah menjadikannya putus asa. Celakanya, jika ini terjadi pada pemimpin atau orang tua, yang akan menjadi korban adalah rakyat banyak atau anak-anaknya, wal'iyadzu billah.
Perhatikan ayat di atas, sedangkan hewan yang tak berakal dan ditundukkan untuk manusia selalu dapat memenuhi kebutuhannya, apalagi manusia yang berakal pasti lebih bisa dari hewan. Semua itu pasti terjadi karena Allahlah yang memberikan rezeki kepada makhluk-Nya.
Kepada ananda, saya sampaikan bahwa tugas seorang hamba adalah berusaha keras memenuhi hajat hidupnya dan tugas malaikat adalah menjalankan perintah Allah memenuhi kebutuhan hamba-Nya yang telah berusaha keras dan tak kenal lelah apalagi putus asa. Tetaplah pada prinsipmu dalam berhijab dan dirikanlah shalat dengan sungguh-sungguh.
“Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS al-Jumu’ah [62]: 10). Ananda jangan salahkan ibumu, maafkanlah khilafnya. Situasi ini hanya sejenak dan akan segera berlalu, percayalah ini hanya ujian iman untuk kenaikan derajat jika sabar menjalaninya.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?’’ (QS al-Ankabut [29]: 2). Simak pula ayat ini, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.’’ (QS al-Mulk [67]: 2).
Memang benar Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita patuh dan berbuat baik kepada orang tua, tetapi hanya berlaku ketika dalam ketaatan kepada Allah. Namun, jika orang tua menyuruh kita melakukan hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, wajib bagi kita tidak menaatinya dan menolaknya dengan cara yang baik serta menjelaskan bahwa ini adalah hukum Allah yang tidak boleh dilanggar. Allah telah mengajarkan bagaimana seharusnya sikap kita terhadap orang tua yang menyuruh kita melakukan hal yang diharamkan.
“Dan, jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. Ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.’’ (QS Luqman [31]: 15).
Rasulullah, “Tidak ada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebaikan.’’ (HR Bukhari dan Muslim). Allah menciptakan makhluk dan menyiapkan pula kebutuhannya. Kesulitan dalam proses memenuhi kebutuhan adalah keniscayaan, namun Allah menetapkan dua kemudahan dalam setiap satu kesulitan.
Orang beriman tak akan pernah menyerah apalagi berputus asa dalam memperjuangkan keimanannya. “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.’’ (QS Al-Syarh [94]: 5-6). Jangan pernah lepaskan hijabmu hanya karena dunia yang fana ini. Tetaplah dalam ketaatan pada syariat-Nya.
Sebentar lagi keberuntungan akan berpihak padamu. “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS al-Thalaq [65]: 2-3). Wallahu a’lam bish shawab.
Dikutip dari Konsultasi Agama Harian Republika yang diasuh Ustaz Bachtiar Nasir, Sekjen MIUMI
0 komentar:
Posting Komentar