Seperti kita ketahui bersama bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh dengan kebaikan, bulan yang penuh dengan ampunan, bulan yang penuh berkah, bulan yang Insya Allah membawa manusia dalam taraf keimanan yang paling tinggi.
Berbagai kebaikan yang kita kerjakan di bulan Ramadan akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah? Jika kita mengerjakan ibadah sunnah, maka ganjarannya akan sama dengan mengerjakan ibadah wajib di hari-hari lainnya. Dan bila kita mengerjakan ibadah wajib, maka Allah akan mengganjarnya dengan pahala 700 kali lipat dari pahala di hari-hari biasa. Belum lagi janji ampunan dari Allah bagi kita. Plus door prize malam Lailatul Qadar di 10 hari terakhir bulan Ramadan.
Namun sayangnya banyak sekali orang yang tidak memanfaatkan bulan ini dengan sebaik-baiknya. Ramadan hanyalah menjadi sebuah ritual menjelang lebaran, tanpa memiliki dampak apapun bagi kondisi keimanan kita.
Berikut adalah kesalahan-kesalahan umum dalam memaknai Bulan Ramadan:
1. Uang belanja bertambah.
Salah satu hikmah puasa adalah agar kita bisa berempati dengan kesusahan yang dirasakan oleh kaum fakir miskin. Bagaimana lapar dan dahaganya kaum fakir dan miskin. Beruntungnya, kita masih yakin kapan kita akan makan, kita hanya menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Setelah itu kita masih bisa makan sepuasnya, sedangkan bagi kaum fakir miskin mungkin mereka harus berpuasa tanpa tahu kapan mereka memiliki uang untuk membeli makanan pengganjal perut.
Dengan merasakan empati yang sama seperti yang dirasakan oleh fakir miskin, maka kita akan lebih mensyukuri hidup kita. Kita menjadi lebih peduli untuk berbagi dengan sesama.
Jika jumlah waktu makan kita dibatasi, logikanya anggaran belanja makanan kita pun berkurang. Namun yang terjadi malah, anggaran belanja selama bulan Ramadhan malah berlipat ganda. Mengapa ini bisa terjadi?
Sebagian besar dari kita menganggap ibadah puasa kita harus diganjar dengan aneka makanan istimewa setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga. Saat berbuka puasa dan makan sahur, meja makan kita akan dipenuhi dengan aneka makanan dan minuman yang tidak biasa disajikan di hari biasa. Tak jarang malah terkadang sangat berlebihan dan terlalu diada-adakan. Alhasil anggaran belanja pun meningkat drastis. Subhanallah!
Perintah puasa mengajarkan kesederhanaan. Sudah sepatutnyalah kita berlaku sederhana. Tidak perlu berlebihan.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan……..” (QS al-A’raaf: 31-32).
”Sesungguhnya orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan.” (Surah al-Isra’, ayat 27).
2. Berpuasa tetapi tidak shalat.
Banyak sekali orang yang menjalankan perintah puasa, tetapi mangkir dalam ibadah shalat. Alasan untuk mangkir dari shalat pun beragam, ada yang karena tertidur ada yang karena terlalu asyik kongkow-kongkow bersama teman dalam rangka buka bersama. Percuma saja menahan lapar dari terbit fajar hingga terbenam matahari kalau tidak shalat. Bukankah shalat itu tiang agama. Bahkan shalat adalah rukun Islam kedua sebelum puasa. Amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat.
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330)
3. Menghabiskan waktu berpuasa dengan tidur, menonton TV, mengobrol, atau membaca bacaan-bacaan yang tidak Islami.
Sering kita mendengar bahwa tidurnya orang puasa merupakan ibadah. Hadits ini diriwayatkan oleh perawi yang bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi.
Namun belakangan diketahui bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar para pendusta, di mana pekerjaannya adalah pemalsu hadits.
Beberapa ahli hadits seperti Al Imam Bukhari, Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, Yahya bin Ma’in, Yazid bin Harun, bahkan Imam Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, Sulaiman bin AmrAn-Nakha’i adalah orang Baghdad yang secara lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia memalsu hadits. Keterangan ini bisa kita dapat di dalam kitab Al-Majruhin minal muhadditsin wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I’tidal.
Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu untuk segera membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan tidak benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.
Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita untuk banyak-banyak tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tidak ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah SAW pun tidak pernah mencontohkan untuk menghabiskan waktu siang hari untuk tidur.
Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah SAW hanya sejenak memejamkan mata. Dan yang namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas dan pekerjaan. Itupun karena Rasulullah kelelahan semalam suntuk bergadang untuk bermunajat kepada Allah.
Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami
Beberapa orang menghabiskan waktu dengan menonton televisi seharian sambil menunggu maghrib. Padahal tidak semua stasiun TV mengisi bulan Ramadhan dengan tayangan positif dan belum semua stasiun TV menjadikan Ramadhan sebagai bulan mulia dengan memperbanyak tayangan positif. Sekalipun program acara yang dibesut bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci, banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami.
Hanya sedikit stasiun televisi yang berusaha mengisi Ramadhan dengan tayangan positif dan produktif, baik dari nilai keagamaan maupun nilai sosial. Salah satunya adalah Metro TV. Semua tayangan khusus Ramadhannya memiliki nilai-nilai yang mampu meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan seseorang. Dari Tafsir Al Misbah, Sukses Syariah, Inspirasi Ramadan, Ensiklopedi Islam, dan lain sebagainya.
Ada baiknya bila kita merasa lelah setelah seharian mengaji dan berzikir, kita menyegarkan pikiran dengan menonton tayangan Ramadhan yang memiliki nilai positif. Bukan sinetron picisan yang mengumbar kekerasan dan kedengkian, atau banyolan khas para banci, atau malah gosip-gosip para pesohor negeri.
Menahan lapar dan dahaga lebih mudah dibandingkan menahan diri untuk banyak bicara. Ada baiknya mulut kita juga berpuasa dari dari perkataan-perkataan yang tidak penting yang dapat memancing dosa lebih jauh. Banyak bicara membuat lidah kita mudah tergelincir untuk berdusta, atau membicarakan orang lain.
Lalu bagaimana dengan sebagian orang pencinta buku yang menghabiskan waktu dengan membaca buku?
Membaca buku adalah baik. Namun ada baiknya buku-buku yang dibaca adalah buku-buku Islami yang dapat meningkatkan Iman dan Takwa kita. Sungguh ironis, bila berpuasa namun membaca novel porno tetap jalan.
Kita tidak ingin hanya menahan lapar dan dahaga seharian penuh tanpa mendapat pahala dari Allah bukan?
4. Ngabuburit di mal tanpa maksud dan tujuan yang jelas.
Daripada menghabiskan waktu di mal untuk window shopping atau kongkow-kongkow lebih baik di masjid mengkhatamkan bacaan Al Quran atau memperbanyak ibadah sunnah. Kita tidak perlu capek, atau tergoda untuk membatalkan puasa. Mata kita tidak perlu melihat hal-hal yang buruk atau mengurangi pahala puasa. Dan yang terpenting, kita tidak perlu menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak penting.
5. Sibuk road show dari bukber yang satu ke yang lain, atau sahur keliling.
Sesekali menghadiri acara buka bersama dengan maksud untuk bersilaturahmi adalah juga bagian dari hikmah berpuasa. Namun kalau kita malah disibukkan dengan jadwal buka bersama yang padat hingga kita melalaikan shalat. Itu namanya celaka…
Saya tidak ingin melarang para pembaca sekalian untuk menghindari reuni yang bertajuk ‘Acara Buka Bersama’. Saya hanya mencoba mengingatkan, jangan sampai kegiatan buka bersama yang sebenarnya tujuannya baik malah menjadi ajang maksiat.
Bila orang-orang berkumpul biasanya, lidah begitu lincahnya berkata-kata membicarakan orang lain (ghibah). Semakin asyik mengobrol sambil menikmati hidangan berbuka puasa membuat kita malah melalaikan ibadah wajib, yakni shalat Maghrib.
6. Mudik menjadi alasan untuk tidak berpuasa dan shalat.
Menjama’ shalat dibolehkan bila seseorang berada dalam keadaan safar (perjalanan). Namun para ulama menetapkan bahwa sebuah safar itu minimal harus menempuh jarak tertentu dan ke luar kota. Di masa Rasulullah SAW, jarak itu adalah 2 marhalah. Satu marhalah adalah jarak yang umumnya ditempuh oleh orang berjalan kaki atau naik kuda selamasatu hari. Jadi jarak 2 marhalah adalah jarak yang ditempuh dalam 2 hari perjalanan.
Di zaman sekarang ini, ketika jarak itu dikonversikan, para ulama mendapatkan hasil bahwa jarak 2 marhalah itu adalah 89 km atau tepatnya 88, 704 km. Maka tidak semua perjalanan bisa membolehkan shalat jama’, hanya yang jaraknya minimal 88, 704 km saja yang membolehkan. Bila jaraknya kurang dari itu, belum dibenarkan untuk menjama’.
Ritual tahunan mudik seringkali menjadi pembenaran orang-orang untuk tidak berpuasa dan shalat. Alasannya karena mereka adalah musafir. Memang benar Allah memberikan keringanan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa dan menggabungkan/meringkas bilangan rakaat shalat bila telah mencapai jarak 88,704 km.
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: “Wahai penduduk Mekkah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke Asfaan.” (HR at Tabrani dan ad-Daruqutni)
“Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan yang menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.”
Dan perjalanan yang mendapatkan rukhsoh adalah perjalanan yang bukan untuk maksiat. Ulama kita menyebutkan:
“Rukhsoh (keringanan) tidak diperoleh jika bermaksiat.”
Dan hal ini, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Baqarah:173)
Padahal musim mudik biasanya ada pada 10 hari terakhir Ramadhan dimana Allah melimpahkan bonus pahala yang berlipat ganda. Sayang sekali bukan kalau anda menyia-nyiakannya?
7. Sibuk memperbaharui pakaian, rumah, mobil, dan lain-lain tanpa berminat untuk memperbaharui Iman-Islam.
Sebagian besar dari kita mementingkan hal-hal duniawi untuk menyambut hari yang Fitri. Bagi mereka pakaian baru serba putih, sepatu baru, cat rumah baru, dan lain-lain sebagainya adalah salah satu cara pengejawantahan arti kembali suci.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah setelah sebulan penuh di ’gojlok’ di bulan Ramadhan. Menjadi manusia baru yang lebih baik. Jangan sampai berakhir Ramadhan, berakhir pula tadarus, amal, shalat dan ibadah-ibadah lainnya.
Ada baiknya hal-hal tersebut diatas kita renungkan secara mendalam, sebab 30 hari di bulan Ramadhan merupakan hari-hari yang penuh dengan berbagai bonus dari Allah swt, sehingga sangat merugi jika disia-siakan. Di sisi lain begitu banyak alternatif kegiatan positif lainnya yang bisa dijadikan aktivitas yang bermakna ibadah tatkala ramadhan.
0 komentar:
Posting Komentar